Anak Buah Sambo Peraup Adhi Makayasa Claim Menjadi yang Pertama Bedah Kasus “Obstruction of Justice”
Tersangka Irfan Widyanto mengklaim dianya jadi orang pertama kali yang ungkap kebenaran kasus Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, terutamanya berkaitan CCTV disekitaran TKP penembakan.
Atas peranannya itu, menurut Irfan, dianya tidak semestinya turut terbawa kasus obstruction of justice atau perintangan penyelidikan kematian Brigadir Yosua.
Ini dikatakan Irfan saat membacakan pleidoi atau nota pembelaan dalam sidang kasus obstruction of justice yang diadakan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jumat (3/2/2023).
“Saat sebelum laporan polisi berkaitan kasus ini keluar, saya telah sampaikan dan menerangkan yang sebetulnya ke pimpinan Polri. Saya ialah orang pertama kali yang memberikan laporan ke pimpinan Polri,” kata Irfan.
Keterkaitan Irfan dalam kasus ini berawal saat ia ikuti atasannya, AKBP Ari Cahya, bertandang ke rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022).
Irfan akui, awalnya ia tidak tahu arah atasannya berangkat ke rumah Sambo. Sesampai di lokasi, ia mendapatkan info jika barusan terjadi baku tembak di antara Brigadir J dengan Bharada E atau Richard Eliezer yang mengakibatkan meninggalnya Yosua di dalam rumah itu.
Tidak lama, Ari Cahya ajaknya pulang. Tetapi, esok harinya, Sabtu (9/7/2022), Irfan kembali disuruh Ari bertandang ke TKP penembakan.
Irfan disuruh menghadap Kombes Agus Nurpatria yang waktu itu memegang sebagai Kepala Detasemen (Kaden) A Agen Penyelamatan Intern (Paminal) Polri. Karena, Ari sedang ada di Bali.
“Sebagai bawahan di kedinasan dan sekalian sebagai junior di pengajaran, saya segera mengatakan ‘siap bang’. Walau sebenarnya pada waktu itu saya sedang rayakan Idul Adha dengan keluarga saya,” tutur Irfan.
Atas perintah itu, Irfan langsung berangkat ke rumah dinas Ferdy Sambo. Di TKP, ia berjumpa dengan Agus Nurpatria langsung memerintahnya menukar dan ambil digital video recorder (DVR) CCTV dari 2 titik yang tidak jauh dari rumah Sambo.
Pertama, CCTV di pos satpam. Lantas, CCTV di dalam rumah AKBP Ridwan Rhekynellson Soplanit yang waktu itu memegang sebagai Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan.
Tanpa banyak menanyakan, Irfan langsung jalankan perintah itu. Diakuinya beritikad baik dan tidak tahu tujuan dan maksud perintah Agus.
Saat akan ambil dan menukar DVR CCTV, Irfan akui telah minta ijin dan memberikan keterangan ke satpam yang berjaga-jaga. Untuk mempermudah koordinir, ia memberi identitasnya berbentuk nama, nomor telephone, dan tempatnya bekerja.
“Seterusnya saya segera dibolehkan untuk menukar DVR CCTV,” jelas Irfan.
Sesudah kantongi 3 buah DVR CCTV, Irfan memberikannya ke Kompol Chuck Putranto yang waktu itu memegang sebagai Sekretaris Individu Kepala Seksi Karier dan Penyelamatan (Kadiv Propam) Polri atau bawahan langsung Ferdy Sambo.
Awalannya, Irfan menduga DVR CCTV itu diperlukan untuk kebutuhan penyidikan Agen Paminal karena perintah awalnya tiba dari Agus Nurpatria. Diakuinya tidak tahu jika rupanya DVR itu untuk kebutuhan penyelidikan Polres Jaksel.
Irfan tidak pernah menduga jika perbuatannya menukar DVR CCTV itu pada akhirnya dipandang tidak sesuai dengan standard operasional proses (SOP). Bekas Kasubnit I Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri itu berkelit, dianya cuma jalankan perintah atasan.
Tetapi, demikian ketahui ada yang tidak kelar dari kasus ini, Irfan akui langsung berbicara jujur ke Kapolri. Walau, di saat itulah harus bertemu langsung dengan Agus Nurpatria yang pangkatnya semakin tinggi darinya.
“Pada waktu itu, saya yang cuma seorang berpangkat rendah, perlu keberanian yang tinggi sekali untuk saya waktu itu untuk menunjuk seorang atasan berpangkat Komisaris Besar Polisi yang memegang sebagai Kepala Detasemen A Paminal Div Propam Polri yang memerintah saya,” sebut Irfan.
Irfan juga tidak menduga kejujurannya malah diganjar dengan tuntutan satu tahun penjara. Oleh karena itu, ia mengharap Majelis Hakim membebaskannya dari kasus ini.
“Apa ini harga sebuah kejujuran yang perlu saya bayar?” kata Irfan.
Adapun Irfan Widyanto sebagai satu dari 7 tersangka perintangan penyelidikan atau obstruction of justice kasus kematian Brigadir Yosua.
Bekas Kepala Sub Unit (Kasubnit) I Sub Direktorat (Subdit) III Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Tubuh Reserse Krimnal (Bareskrim) Polri itu dipandang jadi kepanjangan tangan Sambo untuk ambil DVR CCTV disekitaran rumah dinasnya.
Oleh beskal penuntut umum, peraup Adhi Makayasa Sekolah tinggi Kepolisian itu dituntut pidana penjara1 tahun. Irfan dituntut pidana denda Rp 10 juta subsider tiga bulan kurungan.
Selainnya Irfan, 6 orang yang lain dituduh lakukan perintangan penyelidikan kasus Brigadir J. Keenamnya yaitu Ferdy Sambo, Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Baiquni Wibowo, dan Bijak Rachman Bijakin.
Pada dasarnya, semua tersangka dipandang lakukan perintangan penyelidikan kematian Brigadir J dan menyalahi Pasal 49 jo Pasal 33 Undang-undang No 19 Tahun 2016 mengenai peralihan atas Undang-undang No 11 Tahun 2008 mengenai Info dan Transaksi bisnis Electronic jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.